Opini : Menyusun Langkah Nyata Mengembangkan Danau Sipin Jambi Menjadi Destinasi Wisata Air Perkotaan

Prof Johannes. (Foto : Ist).

Oleh : Prof Johannes
(Ketua Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Jambi dan Tim Ahli Gubernur Jambi)

Pendahuluan

Rangkaian kegiatan atau langkah nyata sangat dibutuhkan untuk menata objek wisata Danau Sipin Kota Jambi menyusul penanda-tanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) pengembangan pariwisata Jambi antara Hanha Industry Korea dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi.

Supaya kerja sama pengembangan wisata tersbeut efektif dan efisian, dibutuhkan fokus ataupun bidang yang menjadi ranah kerja sama dimaksud. Bahkan perlu ditentukan hal apa dan bagian mana saja yang harus dimulai kedua belah pihak untuk mengembangkan objek wisata tersebut.

Adapun objek kerja sama tersebut, Danau Sipin yang telah lama dikenal sebagai destinasi wisata yang belum berfungsi maksimal. Sebagai destinasi di perkotaaan (peripheral destination), peran Danau Sipin diharapkan akan signifikan menjadi salah satu faktor yang meningkatkan daya saing pariwisata Jambi.

Sebagai satu bentuk kerja sama dibutuhkan satu strategi implementasi (pelaksanaan) untuk mengefektifkan tindakan berbagai pihak yang terlibat. Kerja sama semua pihak harus saling melengkapi antara satu pihak terhadap pihak lain. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan peran multipihak agar saling melengkapi (komplemen) satu dengan lain mengembangkan Danu Sipin tersebut.

Dukungan Pemerintah

Secara kewilayahan, ada dua pihak yang berperan dalam pengembangan Danau Sipin, yakni Pemprov Jambi dan Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi. Kedua pihak mempunyai kegiatan di satu wilayah yang dibatasi “tanda” mana yang menjadi wilayah pemerintah provinsi dan kota. Keduanya mempunyai keterbatasan dalam hal pendanaan karena pengusulan pembiayaan harus sesuai dengan perwilayahan dan prioritas pembangunan.

Selain itu ada juga peran Pemerintah Pusat, dalam hal ini Badan Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI). BWSS VI adalah lembaga vertikal yang dibentuk kementrian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) “merawat” Danau Sipin sebagai bagian dari Sungai Batanghari, mulai dari hulu sungai di Sumatera Barat hingga di hilir di provinsi Jambi.

Peran penting BWSS VI saat ini, yakni melindungi Kota Jambi dari ancaman banjir. Baik banjir akibat curah hujan yang tinggi maupun karena luapan banjir Sungai Batanghari. Untuk itu peran BWSS VI fokus pada perawatan fisik Danau Sipin, termasuk dari ancaman sampah.

Jadi ada tiga pihak pemerintah yang terlibat dalam pengembangan Danau Sipin. Keterlibatan formal demikian sangat mendukung terhadap upaya merealisasikan Danau Sipin menjadi satu destinasi wisata perkotaan.

Tim Pengembangan Danau Sipin Jambi. (Foto : Ist).

Posisi Hanha Industri

Hanha Industri dari Korea sebagai satu industri di bidang “penjernihan” air tertarik menopang pembiayaan pengembangan Danau Sipin dengan sumber KOICA (Korea International Cooperation Agency). KOICA memiliki beberapa kegiatan, yakni di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pertanian dan pembangunan desa.

Kemudian KOICA juga sangat perduli terhadap pembangunan lingkungan dan perubahan iklim, pemerintahan dan administrasi publik, pemberdayaan ekonomi dan pembangunan industri, pembangunan sosial dan kerja sama teknik maupun pelatihan.

KOICA adalah kelompok (vested intrest) yang memberikan perhatian oleh karena berbagai alasan logis. Misalnya, kegiatan yang akan dilakukan ini dinilai penting membangun citra positif pemerintah Korea dan Hanha. Kemudian kegiatan tersebut juga untuk menunjukkan bahwa Korea merupakan negara industri yang peduli lingkungan.

Tak dipungkiri, Korea ingin menciptakan branding (lambang atau citra) positif di Indonesia di tengah-tengah branding yang dibuat oleh Tiongkok dan Jepang. Dalam posisi seperti itu, Hanha Industri merencanakan penyiapaan infrastuktur yang direncanakan di pasang di Danau Sipin.

Untuk itu tim mereka telah dua kali mengamati langsung kondisi Danau Sipin. Mereka merencanakan di titik mana infrastruktur dibangun seandainya “proyek” pengembangan Danau Sipin dilaksanakan. Namum hal ini haruslah tetap memposisikan Danau Sipin sebagai destinasi wisata. Hal itu sesuai dengan hasil diskusi Dinas Pariwisata Kota Jambi yang menetapkan Danau Sipin sebagai wisata air.

Penetapan Danau Sipin menjadi wisata air, maka atribut yang dibangun dan atraksi juga menopang konten atraksi wisata air. Dengan konsep ini maka selaraslah apa yang menjadi prioritas Hanha Industri menjadikan Danau Sipin sebagai destinasi wisata dengan air jernih, bebas dari sampah.

Posisi Hanha Industri dalam keadaan seperti ini harsulah berkolaborasi (bekerja sama) satu dengan lainnya. Baik dengan BWSS IV, Dinas Pariwisata Kota Jambi, Dinas Pariwisata Provinsi Jambi, Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi dan Provinsi Jambi, termasuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

Pokdarwis dalam hal ini adalah kelompok di akar rumput yang paling merasakan dampak maupun akibat dari kegagalan fungsi Danau Sipin. Dalam keadaan kering atau kamarau misalnya, Pokdarwis Danau Sipin kehilangan kesempatan memperoleh pengunjung. Karena karena seluruh atraksi mereka tidak akan dapat dimainkan. Kekeringan air Danai Sipin jug akan berimbas kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) karena mereka tidak akan mempeoleh pengunjung.

Pelibatan berbagai pihak perlu terus dilakukan termasuk Pemkot Jambi untuk merancang pengembangan destinasi wisataDanu Sipin. Tim menyampaikan MoU kepada mereka dengan harapan agar mendapat dukungan. Hal ini penting karena Kota Jambi akan memperleh manfaat langsung dari keberhasilan pembangunan Danau Sipin.

Kejelasan Kerja Sama

MoU bisa dikatakan adalah kesempatan berkomitmen tentang satu hal, dalam hal ini pengembangan Danau Sipin. Namun masih dibutuhkan klarifikasi. Misalnya bagaimana memulai pekerjaan yang dapat menjadi penghela bagi pekerjaan lain secara keseluruhan. Hal tersebut dinilai menjadi pengungkit bagi pembangunan danau dan manfaat untuk sekeliling.

Pengaitan Danau Sipin sebagai destinasi air menopang berbagai bentuk kegiatan lain, yaitu konservasi air, habitat dan pemandangan indah yang didapat di Danau Sipin. MoU berkaitan dengan gambaran besar (big picture) tentang bagaimana hal ini menjadi rujukan bagi parapihak.

Untuk mewujudkan Danau Sipin menjadi destinasi air membutuhkan tindakan komplemen para pihak. Di musim kemarau seperti ini terlihat permukaan Danau Sipin menyurut dengan nyata karena Danau Sipin mengalami out-flow melalui desa Legok. Air Danau Sipin di kampung Legok menunjukkan aliran ke sungai Batanghari. Akibatnya pendangkalan terjadi dengan cepat yang berakibat kepada pertampakan danau penuh dengan lumpur, yang berakibat terhadap kendala dalam mengarungi danau.

Dalam pengamatan terlihat adanya alat berat yang dapat digunakan melakukan pengerukan secara bertahap akan tetapi belum digunakan. Artinya pada saat pendangkalan, pengerukan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas danau.

Melalui pengerukan ataupun pembuangan sampah sekaligus akan menjadikan ruangDanau Sipin lebih luas. Kualitas air tidak saja terperbaiki, akan tetapi pendangkalan tidak terjadi terlalu cepat kalau tidak dilakukan pengerukan atau penagkapan sampah.

Demikian juga dengan pintu air dari tiga sungai semuanya bermasalah. Jaring yang semula dimaksudkan untuk menjaring sampah agar tidak sampai di danau tak terjadi. Setelah jaring rusak malah tidak diperbaiki. Aakibatnya tumpukan sampah dipintu keluar tiga sungai ini menjadi pemandangan tak antas sebagai satu destinasi.

Kolaborasi menjadi salah satu kunci pengembangan Danau Sipin. Berbagai pihak terkait menyepakati tentang satu hal, Danau Sipin hendak dijadikan apa. Jawaban untuk ini telah terumuskan bahwa Danau Sipin adalah destinasi wisata air yang kemudian mengisyaratkan beberapa hal.

Kesepakatan ini adalah modal dari prinsip kolaborasi yang kemudian dilanjuti dengan pertanyaan siapa saja yang terlibat dan apa peran mereka di sana. Dengan kesepakatan tentang apa dan peran mereka, maka para pihak yang berada di satu “board” dapat memantau dan mengevaluasi apakah para pihak ini berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Sehingga para pihak terhindar dari kebisaan sekedar melaporkan output (hasil) sesuai dengan target masing-masing.

Kolaborasi praktisnya penyadaran bahwa para pihak komplemen satu dengan lainnya terhadap apa isu yang disepakati. Untuk itu dibutuhkan satu board (badan) yang dapat memantau hasil pekerjaan yang satu terhadap pekerjaan yang lain. Lebih dari sekedar koordinasi, tapi siap saling menyesuaikan (co-production), terlebih bila mempertimbangkan bahwa Danau Sipin adalah barang publik yang diharapkan dapat pengungkit pembangunan baik bagi Kota Jambi maupun Provinsi Jambi.***