suarainestigasinegara.com Sacha inchi berasal dari wilayah Andes di Peru. Sacha Inchi termasuk dalam jenis tanaman kacang- kacangan yang memiliki nama ilmiah (Plukenetia volubilis L.) Tanaman ini termasuk divisi Tracheophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Malpighiales, familia Euphorbiaceae, dan genus Plukenetia L.
Studi ilmiah menunjukkan bahwa sacha inchi adalah tanaman penghasil minyak nabati terbaik dimana manfaatnya 17 X lebih baik melampaui minyak ikan. Disebut sebagai Rajanya Omega karena mengandung Omega 3 (48%), Omega 6 (35%) dan Omega 9 (9%) juga mengandung vitamin A dan E. Sehingga pada 2016 dinobatkan sebagai Super Food oleh Badan Pangan Dunia (FAO).
Sacha inchi umumnya dikenal dengan nama kacang Inca, kacang liar atau kacang sacha yang termasuk dalam keluarga Euphorbiaceae. Tanaman ini tumbuh luas di hutan dan menghasilkan buah yang berbentuk bintang.
Saat matang, biji di dalam buah akan berubah menjadi coklat tua, kemudian dari bijinya diolah sedemikian rupa hingga akhirnya diperoleh minyak biji sacha inchi yang merupakan sumber lipid dan protein.
Mengenai kandungan kimia yang terdapat pada biji sacha inchi ini bervariasi tergantung pada biji, kondisi pertumbuhan dan pengolahan biji.
Saat ini tanaman sacha inchi juga banyak dibudidayakan secara komersial di Asia Tenggara. Secara empiris, biji sacha inchi dikonsumsi oleh masyarakat Peru setelah bijinya dipanggang hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan mencegah terjadinya gangguan pencernaan. Bagian tanaman lainnya yaitu minyaknya digunakan secara tradisional sebagai minyak perawatan kulit untuk menjaga kelembutan dan kesehatan kulit.
Minyak ini diperoleh dari biji sacha inchi yang digiling menjadi tepung kemudian diambil minyaknya, dan dioleskan pada kulit untuk peremajaan kulit. Namun, untuk tujuan komersial cara memperoleh minyak biji sacha inchi adalah dengan mengekstraksi biji dengan metode pengepresan dingin, ekstraksi soxhlet, metode karbon dioksida (CO2) superkritis dan metode enzimatik.
Hasil minyak yang diperoleh dengan metode pengepresan dingin adalah minyak mentah, sehingga diperlukan proses pemurnian lebih lanjut yaitu dengan pengendapan kotoran dan filtrasi. Namun, karena pada metode ini dilakukan pemurnian maka minyak yang dihasilkan jauh lebih sedikit daripada dengan proses ekstraksi soxhlet.
Kemudian, jika metode yang digunakan adalah ekstraksi dengan menggunakan soxhlet maka hasil minyak yang diperoleh jauh lebih tinggi daripada metode pengepresan dingin, namun kualitas minyak yang dihasilkan lebih rendah karena terpapar suhu tinggi selama proses ekstraksi pelarut.
Selanjutnya, terdapat metode ekstraksi karbon dioksida (CO2) superkritis, metode ini merupakan metode yang paling baik untuk mengekstraksi minyak esensial karena dengan metode ini dapat memisahkan zat yang dibutuhkan secara selektif dengan memvariasikan tekanan dan suhu yang mengubah densitas CO2 dan kelarutan zat terlarut dalam CO2.
Dibandingkan dengan ekstraksi tradisional, ekstraksi CO2 superkritis adalah teknologi bebas pelarut yang bersih karena tidak perlu memisahkan pelarut organik dari produk akhir. Suhu yang digunakan juga rendah sampai sedang dengan tujuan untuk mencegah reaksi yang tidak diinginkan dan kerusakan pada produk.
Waktu ekstraksi optimum yang dengan metode CO2 superkritis adalah 3 jam, sedangkan untuk ekstraksi dengan soxhlet adalah 9 jam sehingga dapat dikatakan bahwa CO2 superkritis membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih singkat daripada ekstraksi pelarut dengan soxhlet.
Meskipun metode CO2 superkritis menggunakan suhu dan tekanan pada proses ekstraksinya dn dapat mempengaruhi laju ekstraksi serta hasil minyak yang diperoleh, namun hal tersebut tidak mempengaruhi pada komposisi minyak. Sehingga metode CO2 superkritis ini dapat menjadi pilihan utama untuk mengekstraksi minyak biji sacha inchi. ( Sumber : wak leman )